Minggu

Tajuk Rencana Jurnalistik



Dokumen Panama dan Amnesti Pajak
Merebaknya skandal Dokumen Panama memunculkan pula desakan berbagai pihak untuk menyegerakan pembahasan Undang-Undang Amnesti Pajak. Terkait urgensi mempercepat pembahasan RUU Amnesti Pajak, sesungguhnya ada atau tidak Dokumen Panama, seharusnya jadi kebutuhan kita. Bukan hanya karena tuntutan untuk menutup bolong penerimaan pajak saat ini, melainkan juga kepentingan reformasi pajak lebih luas.

Kendati demikian, kepanikan pemerintah bisa dipahami. Dari target penerimaan pajak Rp. 1.369 triliun tahun 2016, hingga Maret baru terealisasi 14,3 persen. Melesetnya target pajak bukan hanya akan mengancam jalannya mesin birokrasi dan pembiayaan program prioritas pemerintah, khususnya infrastruktur, tetapi juga mengancam target pertumbuhan 2016. Sasaran pertumbuhan 5 persen bisa tak tercapai.

Dalam situasi saat ini, manuver menutup defisit APBN lewat utang tak leluasa ditempuh mengingat amanat konstitusi yang membatasi defisit APBN maksimum 3 persen dari PDB. Ekspansi utang luar negeri juga dihadapkan pada risiko kian membengkaknya beban cicilan/bunga dan risiko kurs. Sementara terus menggenjot penerbitan SUN akan menyedot sumber pembiayaan swasta di dalam negeri, akibat kebutuhan pemerintah yang sangat besar untuk menutup defisit.

Di sini urgensi amnesti pajak sebagai terobosan mengemuka. Lewat insentif amnesti pajak, pemerintah berharap bisa menarik Rp. 60 triliun-Rp. 100 triliun penerimaan pajak, dengan cara menarik dana WNI yanag selama ini lolos pajak dan ditempatkan di luar negeri. Setelah tertunda karena keberatan sebagian fraksi DPR yang mengaitkan kelanjutan pembahasan UU itu dengan revisi UU KPK, kita berharap pembahasan RUU Amnesti Pajak bisa segera dimulai dalam waktu dekat. 


Selain misi menutup defisit penerimaan pajak, momuntem bocornya Dokumen Panama dan amnesti pajak tentunya menjadi ujian keseriusan pemerintah dalam membenahi sistem perpajakan dan menindak wajib pajak nakal. Di sini pentingnya amnesti pajak tetap berpijak pada prinsip transparansi, keadilan, dan penegakan hokum agar jangan sampai hanya menjadi semacam karpet merah bagi pelaku tindak pidana seperti koruptor yang selama ini menyembunyikan dananya dari jangkauan aparat di negeri ini.


Source :

Investigasi Berita Jurnalistik

Berita Investigasi

Sekelebat, pentungan mendarat tepat di tubuh tikus berkumis panjang. Tak berdaya, tikus lalu dimasukan kedalam ember hitam. Tempat semua tikus sawah dan got hasil tangkapan dikumpulkan. Malam itu, Jarot *bukan nama sebenarnya* tidak sedang membersihkan sawah dari hama yang bernama tikus. Edi juga tidak berburu tikus got untuk membersihkan lingkungan disekitar rumah. Dia Berburu tikus untuk mengoplosnya dengan daging sapi. Kabarnya, daging-daging itu dipersiapkan untuk membuat BAKSO. BENARKAH? Apakah Jarot benar-benar tega mencampur daging sapi dengan daging tikus? Atau cerita diatas hanya isapan jempol belaka? Banyak kisah, dongeng, isu, gosip tentang bakso tikus yang beredar dimasyarakat. Tim menelusuri keberadaan bakso tikus ini.

Surprise! Kami menemukan praktik penjualan bakso tikus. Bukan hanya itu, dipasaran ternyata bakso juga tercampur dengan 6 zat kimia mematikan. termasuk bahan boraks alias bahan baku deterjen dan lem kayu. Mual? Jangan dulu! Sebab tidak semua bakso yang beredar mengandung boraks apalagi daging tikus. Lalu apa perbedaannnya? Dimana dijualnya?

Wartawan Investigasi yang menyelidiki tentang masalah bakso tikus ini sedang menjalankan sistem jurnalisme Investigasi. Dimana narasumber harus disembunyikan identitasnya, harus ada kamera tersembunyi, alat perekam tersembunyi, dan lain sebagainya. Tujuannya agar masyarakat luas tahu tentang kebenaran dan pada akhirnya dapat lebih berhati-hati dalam mengkonsumsi bakso yang akan mereka makan.


source :